Selasa, 19 Oktober 2010

Pembangunan Apartemen

Dampak Positif Pembangunan Apartemen:

Keterbatasan lahan dan dana sering kali membuat orang mengabaikan faktor lokasi sebagai tempat tinggal. Padahal dengan lokasi yang dekat dengan tempat kerja atau kantor, kemacetan lalu lintas sedikit banyak bisa teratasi.

Beruntung, kini ada program apartemen dengan subsidi pemerintah yang lokasinya cenderung dekat dengan pusat keramaian. Harganya pun relatif terjangkau oleh kocek karyawan berusia muda dengan penghasilan antara Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta.

Bangunan vertikal yang kehadirannya kian marak di kota-kota besar belakangan ini memang menjanjikan banyak hal positif.

1. Lokasi jelas merupakan poin jual yang paling diunggulkan.

Umumnya apartemen tengah kota, berdekatan dengan kantor, mal, bahkan rumah sakit. Dengan lokasi yang strategis, nyaris tak ada lagi waktu yang terbuang percuma hanya karena kemacetan lalu lintas. Bahkan pihak pengembang—umumnya pengembang swasta—biasanya juga menyediakan berbagai fasilitas pendukungnya seperti kolam berenang, jogging track, tennis court, playground, bahkan taman bermain dan taman kanak-kanak.

2. Letak apartemen yang berdekatan dengan kantor otomatis akan membuat Anda menghemat BBM.

Bujet untuk trasportasi pun dapat dihemat. Bahkan bila letak kantor sangat dekat, tak menutup kemungkinan bagi Anda untuk berjalan kaki ke kantor. Jika dilakukan setiap pagi saat berangkat kantor, badan pun jadi bisa sehat karenanya.

3. Pemakaian air dan listrik juga dapat dihemat karema Anda tidak perlu menyediakan lampu taman, pompa air, dan sebagainya.

Bagi Anda yang masih lajang, tinggal di apartemen tentu akan lebih hemat dan nyaman.

4. Dengan lahan yang terbatas biasanya luas apartemen tidak seberapa besar. Hal ini tentu akan sangat memudahkan Anda untuk membersihkannya.
Bahkan bila perlu, Anda tak usah menggunakan jasa pembantu.

Sistem keamanan apartemen yang lebih dan terjaga menjadikannya sebagai hunian yang lebih aman dan nyaman ketimbang rumah biasa.


Dampak Negatif Pembangunan Apartemen:

Pembangunan apartemen akhir-akhir ini semakin meningkat, seiring pertumbuhan pembangunan di kota jakarta, ada dampak positif tapi lebih banyak negatifnya dari pertumbuhan apatermen tersebut. Di Indonesia, banyak kalangan berusia produktif yang mobilitasnya masih tinggi dan tidak punya waktu mengurus rumah, justru tinggal di pinggir kota sehingga tidak efisien. Padahal, penghasilan mereka masih bertumbuh. Sementara kalangan mapan dan berpenghasilan besar tinggal di dalam kota. Tidak ada kebijakan atau insentif pemerintah untuk membalikkan keadaan itu. Pengembangan apartemen diserahkan begitu saja ke mekanisme pasar.


Akibatnya, yang dipasarkan pengembang hanya apartemen untuk kalangan menengah atas dan apartemen mewah yang hanya terjangkau kalangan mapan. Apartemen identik dengan hunian eksklusif untuk kalangan terbatas, bukan berfungsi mengendalikan penyebaran penduduk, mengefisienkan mobilitas, mengurangi kemacetan, dan pemborosan energi, meminimalisir degradasi kualitas lingkungan hidup, dan seterusnya. Ini kelemahan pengembangan permukiman di kota-kota di Indonesia. Tidak memiliki urban concept. Di negeri ini tidak ada semacam menteri perumahan dan pengembangan kota. Yang ada hanya menteri pembangunan perumahan. Sejak lima tahun terakhir, sudahbanyak pengembang yang berinsiatif menawarkan apartemen menengah seharga hingga Rp 600 jutaan yang terjangkau kalangan muda di tengah kota, tanpa harus menunggu insentif pemerintah. Setelah itu juga ramai penawaran rumah susun sederhana hak milik (rusunami) yang harganya lebih murah lagi, bahkan mendapat pembebasan pajak dan subsidi bunga kredit dari pemerintah.


Kesempatan ini seharusnya dimanfaatkan kalangan muda untuk mulai menjadikan apartemen sebagai alternatif hunian. Paling tidak sebagai hunian pertama. Kelak setelah penghasilan mulai mapan, anak-anak mulai besar, aktivitas dan kebutuhan ruang keluarga tidak mampu lagi ditampung di apartemen, barulah mereka pindah ke rumah biasa (landed residential) yang lebih besar di pinggir kota. Unit apartemen bisa disewakan kepada pasangan yang lebih muda. Bagaimanapun harus diakui, bagi sebagian orang membina keluarga dan membesarkan anak yang paling baik tetaplah di rumah biasa (landed house), kendati pendapat itu masih menjadi perdebatan. Hanya saja memang, tinggal di apartemen menuntut sikap yang rasional, efisien, simpel, praktis, dan mandiri. Tenggang rasa pun harus lebih tinggi karena tetangga kita tidak hanya di sampuing kiri dan kanan tapi juga di atas dan di bawah. Menerima tamu dan mengundang kerabat pun tidak bisa lagi sesukanya seperti di rumah. Bukan hanya karena bisa menganggu tetangga tetapi kapasitas setiap unit apartemen sangat terbatas. Jadi kalau mau ngumpul, kita harus melakukannya di ruang pertemuan yang disediakan di setiap apartemen. Di apartemen, kita juga tidak bisa berkebun atau memelihara pohon seenaknya kecuali pphon yang moveable di dalam toples atau pohon yang ditanam dengan sistem hidroponik.


Mengoleksi barang pun harus diperhitungkan karena kalau terlalu banyak, tidak mungkin ditempatkan semua di unit apartemen. Sementara menaruhnya di koridor setiaplantai adalah terlarang karena selain mengorupsi hak bersama, juga berbahaya. Kalau terjadi keadaan darurat, barang-barang itu akan menganggu mobilitas penghuni apartemen yang menyelamatkan diri atau evakuasi. Pendeknya, tinggal di apartemen adalah budaya komunal modern, rasional yang menghormati kemajemukan. Dalam sistem budaya itu ada tenggang rasa, tapi tenggang rasa yang dituangkan dalam aturan tertulis berikut sanksinya yang disusun dan disepakati semua penghuni melalui Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Aturan itu dirumuskan dan diawasi bersama pelaksanaanya, berlaku untuk semua penghuni dari sistem budaya apapun dan tidak tergantung pada tokoh panutan.


Masyarakat kita sebenarnya sudah akrab dengan budaya komunal itu, tapi budaya komunal tradisional yang homogen-paternalistik. Dalam sistem budaya ini, ada tepa salira, tapi sifatnya tidak tertulis, longgar, lebih ditujukan kepada penganut sistem budaya yang sama dan penerapannya tergantung patron. Karena itu, di kota yang warganya terdiri dari banyak etnis dan individualistis, budaya itu memerlukan penyesuaian agar bisa diterapkan dalam relasi sosial. Terlebih-lebih di apartemen yang konsentrasi manusianya begitu tinggi, ratusan orang berdiam di atas tanah dan bangunan yang sama, menggunakan fasilitas yang sama. Ketidakpedulian yang satu bukan hanya menganggu yang lain tapi bisa mengancam keamanan seisi apartemen. Bahkan pertengkaran anak-anak atau acara memasak yang terlalu hot di apartemen Anda cukup membuat pusing tetangga. Berkaitan dengan itu, sejumlah hal perlu kita perhatikan dan pahami bila hendak membeli dan menghuni apartemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar